Wae Rebo, Desa di Ketinggian Nusa Tenggara Timur

By Wulandari Robyanti - August 04, 2018

“Ngapain ke Wae Rebo? Ke sana jauh, capek, terus ya udah Wae Rebo tuh gitu doang. Lagian, kalian cuma berdua, cewek-cewek pula.”
Setidaknya, kalimat-kalimat seperti itulah yang gue dan temen gue dapatkan ketika bilang ke teman-teman sailing trip kalau kami akan melanjutkan perjalanan ke Wae Rebo, sebuah desa di ketinggian Nusa Tenggara Timur. H-1 perjalanan, tengah malem, kami akhirnya memutuskan dengan salah satu pertimbangan berupa “Ya udahlah tanggung, udah nyampe sini. Berangkat aja!”. Dan dengan baiknya, semesta nunjukin banyak jalan dan ngasih banyak tangan untuk membantu.
Ternyata, di perjalanan ke sana, diam-diam gue membenarkan kata orang-orang. Tujuh jam ke sana tuh jauh banget, kok gak nyampe-nyampe ya rasanya? Dipikir jalanan bakal mulus-mulus aja, ternyata jalannya berkelok-kelok dan gak semuanya beraspal, mulai dari daerah pegunungan sampe pinggir pantai. Belum lagi, gue mesti tracking 9km ke atas. Tapi, ketika sampai di atas dan disambut oleh masyarakat Wae Rebo, it was totally paid off!

Wae Rebo di sore hari, it calmed me!

How to Get There

Awalnya, gue berencana naik bus yang lewat jam 6 pagi di depan hotel kami. Bus itu akan nyampe ke Ruteng sekitar jam 9 atau 10 pagi. Dilanjutkan dengan Oto Kayu yang nyampe jam 12 di Dompu, dan dilanjutkan lagi dengan ojek ke Denge, yaitu desa terakhir sebelum Wae Rebo. Dari Denge, dimulai deh tracking 9km ke Wae Rebo. Pulangnya? Masih nggak tau! Hahaha pokoknya nekat aja, modalnya cuma niat dan yakin kalau masih banyak orang baik di perjalanan nanti!
Malam sebelum berangkat, gue dibantu sama Bang Ewin dan Bang Ucok untuk dicarikan teman barengan yang mau ke Wae Rebo, baik sharing sewa mobil maupun sama-sama ngeteng, biar dua bocah ini gak sendiri-sendiri banget lah gitu.. Bang Ewin dan Bang Ucok merupakan dua orang yang bekerja di perusahaan yang kapalnya gue naiki untuk Sailing Komodo. Kebetulan juga, kantornya berada di sebrang hotel kami. Gak kunjung dapat barengan, akhirnya kami pamit mau cari makan dan memutuskan pilihan kami ke warung makan padang. Rupanya, itu adalah cara semesta menunjukkan jalan bagi kami ke Wae Rebo. Di sana, kami bertemu dengan pemilik kedai tersebut, Pak Rully dan istrinya, mereka banyak kasih pendapat mengenai cara-cara alternatif menuju Wae Rebo. Hasil ngobrol sana sini, gue mendapatkan tiga pilihan. Antara tetep ngeteng dengan transportasi umum, sewa motor termasuk drivernya, atau sewa mobil dengan drivernya juga. 

About the Cost

Secara itung-itungan cashflow, maka yang paling murah adalah naik kendaraan umum, beda tipis dengan sewa motor. Saat itu, kalau memilih sewa motor dengan drivernya, satu orang akan mengeluarkan biaya 500 ribu nett. Jika pergi dengan sewa mobil serta drivernya, total costnya adalah 1,5 juta nett. Itu artinya, masing-masing kami membayar 750 ribu untuk pulang pergi dan kami akhirnya memilih opsi itu. Wait, harga 1,5juta itu cukup terjangkau lho ya di sana. Rata-rata sewa mobil ke Wae Rebo itu 3 juta nett. Alhamdulillah, kami bisa dapet setengah dari harga pasarnya. Kebayang gak kalau gue pergi ber-4 atau ber-6, bakal jauh jauh lebih murah kan ke Wae Rebo? Dan.. Harga open trip ke Wae Rebo dari Bajo bisa sampe 1,5 juta lho! Pergi sendiri bisa lebih murah! Kalau ada yang mau kontak drivernya, boleh email atau langsung DM di instagram @wulandarirobyanti.
Waktu itu, untuk masuk ke Wae Rebo, ada biaya yang dikenakan sebesar kurang lebih 20 ribu Rupiah. Lalu, kalau kamu menginap, maka kamu akan membayar Rp. 325 ribu termasuk makan 3 kali dan perlengkapan tidur, seperti alas tidur, bantal, dan selimut. 
Salah satu view pinggir jalan menuju Wae Rebo. Waktu itu gue berhenti di sini untuk makan bekal yang kami bawa dari Labuan Bajo. Pantai jadi sajian sehari-hari masyarakat di sana.

The Perfect Time
Kalau ke Wae Rebo, sangat disarankan untuk menginap di sana minimal satu malam. Kenapa? Bintang di sana banyak banget kalau malam, plus pagi di sana tuh indah dan bikin tentram banget! Aktivitas dapur akan dimulai dan asap dari masakan akan keluar dari rumah-rumah kerucut hingga menembus kabut. Kalau bisa, tracking ke Wae Rebo dimulai dari pagi atau siang. Karena kalau sore, akan kemalaman dan ga bisa menikmati sore hari di Kampung Wae Rebo. Pulang dari sana juga minimal siang-siang, ya!

Pulang dari Wae Rebo sekitar jam 9 pagi. Sampe di Desa Denge sekitar jam 11. Saat pulang ke Labuan Bajo, kita dapet hamparan sawah yang luas dan jalan lintas yang sepi, ditambah megahnya senja yang menyinari dari balik bukit-bukit di sekitar nusa tenggara
Is it safe? How is the track?
Yes, it is safe! Jangan takut walaupun cuma berdua. Kalau bisa, cari barengan ya! Lebih rame, lebih asik, jadi gak kerasa capeknya. Kalau pergi dengan transportasi umum, pastikan kamu tau pergi dan pulangnya akan naik apa dan perhatikan jam keberangkatannya. Transportasi umum di sana terbilang sulit, cuma ada di jam tertentu dan bahkan cuma satu kali sehari. Jalur tracking ke Wae Rebo sangat jelas, tinggal ikutin jalan. Hati-hati kepeleset karena sampingnya jurang dan jalan tidak terlalu lebar. Kalau ragu, sewa porter lebih aman. Porter tersebut juga akan bantu bawa barang-barang kamu saat naik dan turun dari Wae Rebo. Walaupun porternya ikut menginap, kamu gak akan ngeluarin biaya untuk menanggung biaya penginapan si porter. Tarif jasanya sekitar 100 ribu per porter. Tracking ke Wae Rebo bisa makan waktu 3 jam-4 jam, terbagi ke dalam 3 pos. Oh iya, untuk jalan ke pos 1, kalian bisa naik ojek karena jalanan bisa dilewati motor.
Things You Must Know
Masyarakat Wae Rebo masih sangat menghormati leluhur. Di tengah halaman kampung Wae Rebo, terdapat sebuah altar berbentuk lingkaran yang bernama Compang. Altar tersebut digunakan untuk pemujaan leluhur dan sangat disakralkan. Itulah salah satu cara mereka untuk dapat terus menghargai dan tetap terhubung dengan arwah leluhur mereka. “Neka hemong kuni agu kalo”jangan lupakan tanah kelahiran, kata sebuah pepatah di Wae Rebo. Jangan lupa untuk jaga tata krama sesuai dengan norma kebiasaan yang beraku di sana, ya!


What Everyone Loves from It
Wae Rebo bukan cuma indah alamnya, unik arsitektur rumahnya, tapi juga orang-orang di sana yang ramah-ramah banget. Pagi hari, mereka akan jemur kopi, lanjut menenun, pergi ke kebun, dan bercengkrama tanpa perlu tau ada hingar bingar di kota. Iri sama kedekatan mereka dengan alam dan kedekatan mereka dengan adat istiadat yang terus terjaga. Sehingga, yang akan kalian temukan di sana hanyalah perasaan damai yang menyenangkan, tentram, dan nggak mau pulang! Masih teringat jelas gimana anak-anak di sana excited banget main sama kami para pendatang. Hal seru lainnya yang gue alami adalah mandi di tengah hutan, di bawah pancuran bambu bareng anak-anak lokal, airnya sejuuuk banget! Fresh banget!

Overall, setelah ke Wae Rebo, gue seneng banget dan makin bersyukur dengan kekayaan yang negeri ini miliki. Di tengah jauh dan lelahnya perjalanan, semuanya kebayar dengan pengalaman yang seru dan belum tentu gue dapatkan di tempat lain. See you next time, Wae Rebo!

  • Share:

You Might Also Like

1 comments